PENDIDIKAN SENI RUPA MULTIKULTUR UNTUK PEMAHAMAN KERAGAMAN BUDAYA

Dalam pendidikan  seni rupa yang multikultur diharapkan peserta didik mempunyai perilaku budaya, antara lain  kemampuan menghargai budaya lain, tidak bersifat etnosentris, mempromosikan keragaman budaya dengan cara membuka diri terhadap budaya lain yang lahir berdasarkan agama, suku, ras, dan  pandangan tertentu.

Demikian dijelaskan oleh Prof. Dr. Trie Hartiti Retnowati, M.Pd., dalam pidato ilmiah yang berjudul Mengungkap  Perilaku Budaya Peserta Didik Melalui Penilaian Seni Rupa Berbasis Multikultural pada acara pengukuhan Guru Besar UNY, Sabtu, 18/6 di Auditorium UNY. Trie Hartiti dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Evaluasi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni UNY.

Lebih lanjut dikatakan, pendidikan seni rupa multikultural harus diberikan kepada perserta didik sejak dini dengan harapan agar peserta didik mempunyai kompetensi   pemahaman tentang  keragaman budaya, baik di lingkungan  mereka berada maupun  di lingkungan lain. Pada akhirnya, jika peserta didik mampu menguasai bidang ilmu secara kontekstual dalam komunitas budayanya, maka komunitas budaya menjadi konteks dan kerangka berpikir untuk menerapkan beragam pengetahuan dan keterampilan ilmiah sebagai alat pemecahan masalah serta alat pengembangan komunitas budayanya.

Kepentingan lain pendidikan seni rupa  multikultural diberikan kepada peserta didik sejak dini adalah  agar peserta didik mempunyai kompetensi  pemahaman tentang  keragaman budaya, baik di lingkungan  mereka berada dan juga di lingkungan lain, yang karena keragaman budaya tentu sangat berpengaruh pada pola pikir, perilaku, sikap manusia yang   masing-masing mempunyai  kebiasaan, cara-cara, adat istiadat, dan aturan-aturan yang berbeda.

“Dengan demikian   diharapkan peserta didik dapat memahami dan menerima secara bijaksana perbedaan tersebut sehingga tidak mudah menampilkan perilaku peserta didik  yang tidak diinginkan di masyarakat. Di samping  itu, peserta didik menjadi kaya pengetahuan dan wawasan tentang  keragaman hasil karya  seni rupa,” tuturnya.

Dikatakan, dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi peserta didik untuk menstransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk yang kreatif tentang bidang ilmu.  Dengan demikian, melalui pembelajaran seni rupa  berbasis budaya, siswa bukan sekedar meniru atau menerima saja informasi, tetapi jugamenciptakan makna, pemahaman dan arti dari informasi yang diperolehnya. Pengetahuan tentunya tidak hanya berupa kumpulan  pengetahuan yang dimiliki orang lain, tetapi juga suatu pengetahuan   yang dimiliki seseorang tentang pemikiran, perilaku, dan keterkaitan dengan perasaan, hasil transformasi dari beragam informasi yang diperolehnya.

“Konsep penilaian hasil belajar seni rupa dalam pembelajaran berbasis multikultural adalah beragam perwujudan, di antaranya penilaian isi dan konsep, penilaian insidental, dan  penilaian artistik. Aspek yang perlu dipertimbangkan pada  penilaian seni rupa ada tiga, yaitu menentukan bukti pembelajaran, menetapkan parameter penilaian, dan menciptakan strategi untuk mengumpulkan bukti, di antaranya penilaian portofolio, penilaian berbasis kinerja, serta mendengarkan pernyataan peserta didik dan menginterpretasikannya,” tambahnya. (wit)