WEBINAR PENGUATAN ALUMNIN, MITRA, DAN STAKEHOLDERS

*PENDIDIKAN SENI RUPA UNTUK ANAK*

(Yuswantoro Adi)

Disampaikan pada acara Temu Alumni, Mitra, dan Stakeholders Prodi Pendidikan Seni Rupa FBS UNY)

.....

"Mari kita rawat kebahagian anak dalam kesenian yang menggembirakan"

.......

Sengaja saya membuat sebuah pokok pembicaraan yang sederhana saja. Karena jika ingin membicarakan pendidikan; di webinar ini sudah tersedia terlalu banyak ahli dan pakarnya. Jika bermaksud "membedah" Seni rupa hingga terperinci, rasanya terlalu berlebihan. Maka saya hanya ingin bicara tentang "Untuk Anak" saja.

Setidaknya saya telah 17 tahun mengampu kegiatan pembelajaran seni untuk anak. Tepatnya di Taman Budaya Yogyakarta pada program Art for Children. Sebuah kelas regular yang berisi aktivitas belajar-mengajar seni rupa. Dan di tempat yang sama berlangsung pula untuk kelas seni teater, tari, musik, sastra dan lain-lain.

Kebanyakan pada kursus seni --di banyak tempat-- lebih bertujuan untuk mengajarkan skill atau keahlian seni hingga anak atau peserta didik menjadi "pintar" berkesenian. Bahkan dapat ditunjukkan dengan prestasi atau juara lomba seni tingkat tertentu. Pendek kata umumnya kursus atau sanggar seni adalah mencetak "seniman kecil".

Ini tentu bukan sebuah kesalahan, namun apakah ia sudah tepat?

Kami, AfC melihat hal tersebut kurang sesuai dengan tumbuh kembang anak. Berikut beberapa fakta tentang kursus/sanggar seni yang dapat kita temui;

Mereka menghasilkan produk yang relatif seragam. (Terlihat jelas apabila Anda menjadi juri lomba melukis misalnya; karya dari kelompok tertentu akan cenderung mirip bahkan persis sama atau nampak "hafalan"nya)

Ada formulasi khusus yang diajarkan kepada peserta didiknya agar mereka cepat pintar. Namun melupakan hakikat utama kesenian yakni ekspresi personal yang unik.

Lebih menekankan pengajaran daripada pendidikan. Beberapa dari mereka bahkan sangat "meng-copy" pengajarnya. Sehingga rasa dan selera anak/peserta didik menjadi hilang atau sedikit tergerus karenanya.

Maka Art for Children mencoba mengembalikan seni UNTUK Anak. Dengan sangat memperhatikan:

Dunia Anak adalah dunia bermain dan ini universal sifatnya. Setiap anak pasti suka menyanyi, menggambar, menari, berakting dan aneka kegiatan yang oleh orang dewasa dinamai sebagai aktivitas kesenian. Padahal bagi anak-anak itu hanyalah permainan belaka. Dan mereka sama sekali bukan seniman, bahkan maaf beberapa di antaranya sama sekali tidak berbakat. Hebatnya anak tersebut tetap suka melakukan hal yang kita sebut sebagai seni tersebut. Karena mereka memang suka dan bahagia, sebab itu adalah bermain. Dengan demikian kurikulum pertama AfC berbunyi " Ajak (bukan ajar) anak -anak melakukan kesukaannya bermain melalui medium bernama kesenian. Dengan kata lain keseniannya yang menyesuaikan dengan kebutuhan dan tumbuh kembang anak bukan sebaliknya, anak diberi tugas dalam bentuk kesenian.

Kesenian adalah ruang ekspresi murni. Anak memilik hak sepenuhnya; merdeka untuk menunjukkannya. Personal dan bisa dipastikan unik. Sering saya jumpai betapa "ajaib" serta artistik ide anak-anak itu. Ini buah dari kepolosan dan kejujuran naif yang berharga sangat mahal itu. Tugas pengajar, pendidik, guru atau pendampingnya (termasuk orangtuanya) adalah memastikan bahwa ekpresi anak tersalurkan dengan baik dan benar.

Tumbuh kembang anak memerlukan dukungan yang cukup. Selain disediakan alat bantu pengajaran yang sesuai, di AfC kami selalu melibatkan orangtua atau pihak yang mengantar anak dalam proses belajar-mengajar. Kehadiran mereka tidak sekadar menemani dan menyaksikan anaknya belajar tetapi boleh ikut membantu di dalamnya. Tentu dalam batas tertentu. Ini penting, apalagi kelak anak akan menunjukkan hasilnya pada pagelaran/pameran di akhir tahun ajaran.

Hal bersifat pedagogi atau teknikal tentu kami ajarkan juga. Beberapa berlaku general serta sejumlah "sentuhan khusus" pada setiap anak juga kami berlakukan. Pada praktiknya AfC memberi tema tertentu pada setiap pertemuan, namun selebihnya "membebaskan" anak bermain sesukanya meski tetap dalam koridor medium kesenian. Bagi saya pribadi, "Anak yang tidak kunjung pintar menggambar tak terlalu menggelisahkan dibanding apabila ada anak yang mulai tidak suka menggambar. Suka adalah kata kunci... ah jadi ingat pak Tino Sidin dengan acara TV Gemar Menggambar". Sesungguhnya sebuah kesukaan adalah setengah dari keberhasilan. Dengan suka segala probalitas serta aneka eksplorasi atan selalu terbuka. Jangan rusak kebahagian itu dengan tugas (belajar) yang membebani anak-anak. Biarkan anak menikmati permainan menarik ini. Sebagaimana anak yang berperan sebagai dokter atau polisi cilik. Tak harus dituntut untuk jadi polisi beneran kelak bukan? Apabila anak tersebut memang memiliki minat dan bakat yang istimewa, ia bisa mengasahnya lebih tajam dengan pembelajaran berkesenian yang lebih terarah menjelang dewasa nanti. Dan semoga pendidikan di AfC cukup teruji menjadi landasan kuatnya.

Dalam program AfC selain selalu mementaskan/memamerkan hasil karya anak di akhir tahun ajaran kami juga punya suppoting event yang kami sebut dengan Outbond. Berupa kegiatan di luar kelas; Mengunjungi rumah/studio seniman senior. Menghadiri pameran atau kegiatan kesenian lainnya. Mengunjungi museum dan lain-lain. Melibatkan anak dalam shooting sebuah program televisi. Menghadirkan anak dalam kegiatan pameran di tempat lain. Mengajak anak berkegiatan kesenian di luar. Meminta anak terlibat dalam membuat pekerjaan berhubungan seni rupa (membantu anak kelas teater bikin properti pentas, membuat elemen dekoratif tambahan untuk pameran mereka, memproduksi merchandise sebagai souvenir AfC dsbnya) adalah beberapa di antaranya.

Terakhir, tak banyak orang tahu bahwa untuk mengikuti kelas AfC tidak dipungut biaya sama sekali alias gratis. Pada awalnya ini adalah ide bersama sejumlah praktisi kesenian (seni rupa, teater, musik, tari) dengan Taman Budaya yang ketika tahun 2004 dipimpin oleh ibu Dyan Anggraini. Seluruh fasilitas dan dukungan disediakan oleh TBY. Pengajar atau pendamping anak adalah seniman profesional di bidangnya. Selanjutnya bertumbuhkembang menjadi salah satu program reguler andalan yang dibiayai sepenuhnya dengan Dana Istimewa Yogyakarta.

"Mari kita rawat kebahagian anak dalam kesenian yang menggembirakan"

Yogyakarta, 19 April 2021

Yuswantoro Adi